Ilustrasi oleh Wayan Kun Adnyana/Kompas
Cerpen berjudul “Gadis Kecil Beralis
Tebal Bermata Cemerlang" karya A. Mustofa Bisri terdiri dari 1.272 kata atau
setara dengan lima halaman. Cerita ini dimuat di Kompas pada tanggal 1 April
2018. Cerpen ini bertema tentang cinta. Dikisahkan seorang pemuda yang kagum
melihat gadis kecil beralis tebal dan bermata cemerlang. Perasaan kagum ini
tidak mampu dihilangkannya. Terpana. Itulah yang yang dirasakan oleh tokoh “aku”.
Cerita ini dimulai ketika tokoh “aku”
hendak melakukan perjalanan ke rumah kenalannya. Ketika berangkat ia melihat
gadis cilik beralis tebal bermata cemerlang dari jendela kereta api. Gadis itu
berdiri di peron sambil melihat tokoh “aku” dengan matanya yang cemerlang. Tokoh
“aku” mengharapkan senyum dari gadis cilik itu. Namun, kenyataannya mereka
hanya saling tatap dari tempat yang berbeda. Wajah manis gadis itu tidak
mengekspresikan apa-apa. Bayangan gadis itu pun masih terngiang jelas di
pikiran tokoh “aku”. Melalui penggambaran suasana ini, pengarang mengajak pembaca untuk masuk ke dalam cerita agar pembaca seolah-olah melihat sendiri apa yang terjadi di dalamnya.
Tokoh “aku” melakukan perjalanan ke
rumah kenalannya, Sahlan, di Kota J. Sahlan telah berjanji akan mengenalkan
tokoh “aku” dengan adiknya yang memiliki paras seperti bintang film kesukaan
tokoh “aku”. Sahlan pun sangat senang melihat kedatangan tokoh “aku” ke
rumahnya.
Sahlan menepati janjinya untuk mengenalkan
adiknya kepada tokoh “aku”. Tak bisa dikira adik yang dimaksud oleh Sahlan
ialah adik ketemu gede alias istri Sahlan. Perempuan itu bernama Shakila. Sungguh
kenyataan yang pahit. Tokoh “aku” sebenarnya sudah terkagum-kagum dengan sosok
perempuan bernama Shakila. Shalika memiliki alis tebal dan mata cemerlang. Ia mengingatkan
tokoh “aku” dengan gadis kecil yang ia temui di stasiun S. Tokoh “aku” juga sempat
mengira jika Shakila dalah ibu dari gadis kecil yang ia temui di stasiun.
Shakila, nama itu diberikan oleh ibu
angkat—teman ibu Sahlan—yang merawatnya sedari ia kecil. Ia ditemukan oleh ibu
angkatnya di stasiun S. Nama “Shakila” berasal dari nama bintang film India
kesayangannya. Bagi Sahlan, Shakila merupakan perempuan istimewa. Ia hanya
berkata-kata dengan matanya dan sesekali dengan seyumannya. Ketika ia sedang
sendirian, sedang mandi, mencuci, atau memasak di dapur ia akan bernyanyi lagu
India.
Pertemuan
Sahlan dan Shakila terjadi secara tidak sengaja. Pertemuan itu hampir sama seperti
yang dialami oleh tokoh “aku” ketika bertemu dengan gadis kecil di stasiun S. Mereka
berdua dijodohkan dan akhirnya berujung ke pelaminan.
Kekuarangan cerpen ini terletak pada kesalahan
tulis dan penggunaan diksi yang kurang tepat. Kesalahan pertama terdapat pada
penggalan, “...Aku sama sekali tidak bisa menafsirkan atau sekadar menerka ncrka kehadiran dan
pandangannya. Wajah manis itu tidak mengekspresikan apa apa.” Kata bercetak
tebal seharusnya ditulis “menerka-nerka” dan “apa-apa”. Kesalahan kedua, “...Saya
pikir ini kiat sopir taksi untuk mengetahui apakah penumpangnya ngerti jalan atau tidak...” Kata “ngerti”
sepertinya dirasa kurang pas. Kata tersebut aslinya dari kata bahasa Jawa yang seharusnya dicetak miring. Namun, kali ini kata itu dirasa
kurang pas. Seharusnya kata itu diganti dengan kata “tahu”. Kesalahan ketiga, "Ketika aku keluar. Masya Allah, aku tertegun..." Kata bercetak tebal itu sebaiknya dicetak miring karena berasal dari bahasa Arab. Kesalahan keempat, “...Akhirnya
kawan ibuku itulah yang memeliharanya...”
Kata “memeliharanya” megacu kepada bayi Shakila. Kata tersebut dirasa kurang
pas karena dianggap kurang menghormati Shakila sebagai manusia. Kata “memelihara”
akan lebih pantas diperuntukkan bagi hewan dan tumbuhan. Kata tersebut akan dirasa sopan dan dianggap menghormati Shakila
jika diganti dengan kata “merawat”.
Kelebihan cerpen ini yaitu mengajarakan
nilai-niai moral seperti ketika ada tamu berkunjung ke rumah kita sebaiknya
kita menyambutnya dengan hangat. Melalui perilaku Sahlan, Gus Mus berusaha
mengajarkan nilai moral itu. Nilai moral kedua yaitu kita tidak boleh
menganggap atau melihat sesutau hal dari wujudnya saja. Hal ini terbukti dari perilaku
tokoh “aku” yang awalnya mengira Shakila bisu. Kenyataannya Shakila memang tidak
menggunakan mulutnya itu untuk berbicara. Ia hanya berbicara dengan matanya dan
kadang-kadang dengan senyumannya. Amanat dari cerita ini sendiri mengajarkan
kepada pembaca untuk tidak berbohong atau memeprmainkan perasaan oarang lain.
Sahlan rupanya secara tidak sengaja mempermainkan tokoh “aku” dengan mengatakan
bahwa Shakila adalah adiknya. Tokoh “aku” sebenarnya telah kesengsem dengan
Shakila. Ia terpesona dengan alis tebal, mata cemerlang, dan senyuman manis
Shakila.
Cerpen ini memberikan ending cerita yang membuat pembaca penasaran. Namun, terlepas dari kekurangan itu, cerpen ini sangat cocok dibaca oleh
kalangan remaja. Apalagi tema cinta yang sudah akrab di dunia mereka.