UAS SBM Kelas 3D PBSI T. A. 2017
Bapak, Saya Virda Eka Pratiwi, 16410150, PBSI 3D, berikut Saya lampirkan hasil pengerjaan UAS Saya, silakan klik di sini!
UTS_PBSI_3D
Berikut ini Saya lampirkan File Tugas UTS Mata Kuliah Sumber Belajar dan Media Pembelajaran:
1. Klik di sini untuk file ppt!
2. Untuk menonton video di dalam ppt, silakan unduh file video, klik di sini!
1. Klik di sini untuk file ppt!
2. Untuk menonton video di dalam ppt, silakan unduh file video, klik di sini!
Tugas Ke-2 Melampirkan File Video
Berikut ini Saya lampirkan tugas ke-2 melampirkan file video
1. Menautkan URL Link video
Kilk di sini untuk menonton video
2. Menautkan file video
1. Menautkan URL Link video
Kilk di sini untuk menonton video
2. Menautkan file video
Kelas Kata Bahasa Indonesia
Dalam kehidupan sehari-hari kerap kali kita dipertemukan dengan keadaan mengerti praktik tapi tidak memahami teorinya. Namun, bila hal ini masih sering terjadi akan dipetik hasil dari praktik yang kurang memuaskan. Paham teori bukan berarti menguasai dalam hal praktik begitu pun sebaliknya. Dalam hal berbicara misalnya, semua orang mahir menggunakan kata-kata. Kapan harus menggunakan ini kapan harus menggunakan itu. Tetapi ketika ditanya bagaimana teorinya, semua orang dengan mudahnya menggelengkan kepala, ada pula yang mengatakan bahwa teori itu tidak perlu, yang terpenting adalah praktiknya.
Bagi mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, hendaknya sebelum bermain dengan kata-kata haruslah paham dulu mengenai teori. Banyak mahasiswa PBSI yang masih bingung dengan kategori kelas kata. Berikut akan dipaparkan mengenai teori kelas kata.
1. Verba
Verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan; kata kerja. (KBBI Edisi ke-5)
Contoh verba:
adalah
menakutkan
menjadi
membiru
kembali
2. Nomina
Nomina adalah kelas kata yang dalam bahasa Indonesia ditandai oleh tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak, misalnya rumah adalah nomina karena tidak mungkin dikatakan tidak rumah, biasanya dapat berfungsi sebagai subjek atau objek dari klausa. (KBBI Edisi ke-5)
Contoh nomina:
hari
trauma
arah
kepedihan
tumpukan
3. Adjektiva
Adjektiva adalah kata yang menerangkan nomina (kata benda) dan secara umum dapat bergabung dengan kata lebih dan sangat. (KBBI Edisi ke-5)
Contoh adjektiva:
kelam
kagum
suka
mudah
lupa
4. Adverbia
Adverbia adalah kata yang menjelaskan verba, adjektiva, atau adverbia lain. (Buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi ke-3)
Contoh adverbia:
paling
hampir
hendak
telah
jangan
ingin
5. Pronomina
Pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacu kepada nomina lain. (Buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi ke-3)
Contoh pronomina:
saya
kita
mereka
ia
sana
itu
ini
6. Numeralia
Numeralia adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya maujud (orang, binatang, atau barang) dan konsep. (Buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi ke-3)
Contoh numeralia:
satu
satu-satu
semua
banyak
setengah
perama
berlima
7. Kata Tugas
a. Preposisi
Preposisi adalah kata yang biasa terdapat di depan nomina, misalnya dari, dengan, di, dan ke. (KBBI Edisi ke-5)
Contoh preposisi:
bagi
di
ke
dari
kepada
b. Konjungtor
Konjungtor adalah kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat: kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa. (KBBI Edisi ke-5)
Contoh konjungtor:
yang
karena
seperti
meski
bahkan
jika
bahwa
c. Interjeksi
Interjeksi atau kata seru adalah kata tugas yang mengungkapkan rasa hati pembicara. (KBBI Edisi ke-5)
Contoh interjeksi:
amboi
syukur
ayo
hai
nah
masyaallah
d. Artikula
artikula adalah kata tugas yang membatasi makna nomina. (KBBI Edisi ke-5)
Contoh artikula:
sang
sri
hang
dang
para
e. Partikel Penegas
- Partikel -kah
- Partikel -lah
- Partikel -tah
- Partikel pun
Semarak Hari Fitri 2017
Setelah sebulan berpuasa akhirnya umat muslim mencapai kemenangannya. Pada tanggal 25 Juni 2017 umat muslim di seluruh dunia merayakan Hari Raya Idhul Fitri 1438 H. Meski disambut dengan malam takbir yang berselimut dinginnya hujan, hal itu rupanya tidak mengurangi semangat untuk menyambut lebaran.
Pagi harinya, seperti biasa gemuruh takbir mengiringi para jamaah muslim yang hendak salat Idhul Fitri di masjid. Sebelum tiba di masjid, terlihat beberapa orang mendatangi rumah warga guna memberikan zakat fitrah. Ketika tiba di masjid para jamaah bersalam-salaman. Seusai salat, mereka bergegas menuju makam untuk mendoakan para leluhur yang mendahului mereka. Pagi itu seolah-olah terpancar wajah cerah dan segar akan fitrahnya hari raya.
Ketika di rumah, para warga menyiapkan rumah beserta jamuan untuk tamu yang akan datang. Adat kebiasaan orang Jawa adalah "yang muda yang berkunjung ke rumah yang tua". Hal itu dikarenakan adanya adat saling menghormati. Yang muda bersujud dengan mengucapkan kata maaf kepada yang tua. Itulah adat yang sudah terbiasa dijalani di tanah Jawa.
Satu hal yag tak kalah penting adalah pembagian wisit kepada anak-anak. Hari raya adalah musim panen uang bagi anak-anak. Mereka pun berebut dalam antrean pemberian wisit.
Inilah nikmatnya bulan Syawal, bulan ini dimeriahkan satu tahun satu kali, digunakan untuk mempererat tali silaturahmi antarumat muslim. Subhanallah.
Selamat Hari Raya Idhul Fitri 1438 H
Minal Adzin Wal Faidzin
Mohon Maaf Lahir dan Batin
(Sumber gambar Google)
Analisis Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A. A. Navis dengan Teori Robert Stanton
Teori Struktural Robert Stanton
Hal terpenting di dalam sebuah cerita
adalah fakta dan makna. Stanton membagi unsur intrinsik fiksi menjadi dua
bagian, yaitu fakta cerita dan sarana cerita. Ia membagi fakta cerita menjadi
empat, yaitu tokoh, alur, latar, dan tema. Sedangkan sarana cerita terdiri dari
judul, sudut pandang, gaya/style, ironi, dan simbolisme. Orang yang membedah
buku menggunakan teori Robert Stanton dinamakan Stantonia.
1. Fakta
Cerita
Karakter,
alur, dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini berfungsi
sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum menjadi
satu, semua elemen ini dinamakan „struktur faktual‟ atau „tingkatan
faktual cerita. Struktur faktual merupakan salah satu aspek cerita. Struktur
faktual adalah cerita yang disorot dari satu sudut pandang (Stanton, 2007:22).
Unsur-unsur yang berkaitan dengan fakta cerita adalah sebagia berikut:
a. Tokoh/karakter
Tokoh atau karakter biasanya dipakai dalam dua
konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul
dalam cerita. Konteks kedua, karakter merujuk pada berbagai percampuran dari
berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari
individu-individu tersebut. Dalam sebagian besar cerita dapat ditemukan satu
tokoh utama yaitu tokoh yang terkait dengan semua peristiwa yang berlangsung
dalam cerita. Alasan seorang tokoh untuk bertindak sebagaimana yang dilakukan
dinamakan “motivasi” (Stanton, 2007: 33).
Pada cerpen Robohnya
Surau Kami, tokoh utamanya adalah Ajo Sidi, karena dalam cerita ia muncul
dengan porsi yang lebih banyak dibandingkan dengan tokoh lainnya. Tokoh Ajo
Sidi mendominasi cerita, baik pada bagian awal, tengah, hingga akhir cerita. Munculnya
tokoh Ajo Sidi membuat cerita di dalam cerpen ini terasa lebih hidup dengan
konflik yang ia timbulkan terhadap tokoh lain. Bentuk karakter tokoh Ajo Sidi,
yaitu sebagai pembual dan seseorang yang suka bekerja tetapi tidak bertanggung
jawab. Hal tersebut diperkuat dengan kutipan berikut:
“Maka
aku ingat Ajo Sidi, si pembual itu…. Ajo Sidi bisa mengikat orang-orang dengan
bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari. Tapi ini jarang terjadi karena ia
begitu sibuk dengan pekerjaannya. Sebagai pembual, sukses terbesar baginya
ialah karena semua pelaku-pelaku yang diceritakannya menjadi model orang untuk
diejek dan ceritanya menjadi pemeo akhirnya. Ada-ada saja orang-orang di
sekitar kampungku yang cocok dengan watak pelaku-pelaku ceritanya…”
Penggambaran
watak tokoh Ajo Sidi tidak bertanggung jawab:
“Dan
sekarang,” tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa oleh
perbuatan Ajo Sidi yang tidak sedikit pun bertanggung jawab, “dan sekarang
kemana dia?”
“Kerja.”
“Kerja?”
tanyaku mengulangi hampa.
“Ya,
dia pergi kerja.”
b. Alur
Secara
umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah
alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal
saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau yang menjadi
dampak dari berbagai peristiwa lain yang tidak dapat diabaikan karena akan
berpengaruh pada keseluruhan karya (Stanton, 2007:26).
Dalam
cerpen ini, alur yang digunakan adalah alur sorot balik.
1) Eksposisi
cerita dalam cerpen ini berupa penjelasan tentang keberadaan seorang kakek yang
menjadi garin di sebuah surau tua beberapa tahun yang lalu (flashback), seperti yang diungkapkan
pada kutipan berikut : “Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota
kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar. Maka
kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku. Pada
simpang kecil ke kanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu.
Dan di ujung jalan nanti akan Tuan temui sebuah surau tua. Di depannya ada
kolam ikan, yang airnya mengalir melalui empat buah pancuran mandi. Dan di
pelataran kiri surau itu akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk di
sana dengansegala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah
bertahun-tahun ia sebagai garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya
Kakek.”
2)
Penggawatan, cerita mulai bergerak maju
dan mulai muncul masalah, yaitu tokoh aku menceritakan bahwa kakek sudah
meninggal karena sebuah dongengan Ajo Sidi yang tidak dapat disangkal
kebenarannya, berikut kutipannya: “Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi
sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggallah surau itu tanpa penjaganya…. jika
tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu
kesucian yang bakal roboh. Dan kerobohan itu kian hari kian cepat
berlangsungnya….”
“Dan
biang keladi dari kerobohan ini ialah sebuah dongengan yang tak dapat disangkal
kebenarannya.”
3) Klimaks,
cerita kembali mundur, diberikan gambaran cerita sebelum kakek meninggal. Tokoh
aku menanyakan kepemilikan pisau yang diasah kakek. Hal ini dapat dibuktikan
dengan kutipan berikut ini:
“Kurang
ajar dia,” kakek menjawab.
“Kenapa?”
“Mudah-mudahan
pisau cukur ini, yang kuasah tajam-tajam ini, menggoroh tenggoroknya.”
Kemarahannya
demikian hebat, sehingga dia mau saja melepaskan kekesalannya dengan
menceritakan apa yang dilakukan Ajo Sidi terhadapnya kepada tokoh “aku”. Segala
apa yang diungkapnya di depan tokoh “aku” tidaklah membuatnya merasa lebih
ringan. Bahkan semakin berat dan menekan batinnya.
4)
Antiklimaks, Klimaks kekecewaan kakek
berakhir dengan cara tragis. Dia bahkan membunuh dirinya sendiri dengan
menggorok lehernya. Berikut kutipannya:
“Demikianlah
cerita Ajo Sidi yang kudengar dari Kakek. Cerita yang memurungkan Kakek. Dan
besoknya, ketika aku mau turun rumah pagi-pagi, istriku berkata apa aku tak
pergi menjenguk.
“Siapa
yang meninggal?” tanyaku kagut.
“Kakek.”
“Kakek?”
“Ya.
Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang mengerikan
sekali. Ia menggoroh lehernya dengan pisau cukur.”
5)
Penyelesaian, orang-orang terkejut
ketika menemukan kakek garin meninggal dengan mengenaskan, yang justru Ajo Sidi
menganggap hal itu biasa saja. Hal tersebut digambarkan dari kutipan berikut:
“Aku
cari Ajo Sidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa istrinya saja. Lalu aku Tanya dia.
“Ia sudah pergi,”jawab istri Ajo Sidi.
Tidak
ia tahu kakek meninggal?
Sudah.
Dan ia meninggalkan pesan agar dibelikan kain kafan buat kakek tujuh lapis.
“dan sekarang,” tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa oleh
perbuatan Ajo Sidi yang tidak sedikit pun bertanggung jawab,”dan sekarang
kemana dia?”
“kerja.”
“kerja?”tanyaku
mengulang hampa.
“ya,
dia pergi kerja.”
c. Latar
Latar
adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang
berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlansung. Latar dapat
berwujud dekor. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu. Latar terkadang
berpengaruh pada karakter-karakter. Latar juga terkadang menjadi contoh
representasi tema. Dalam berbagai cerita dapat dilihat bahwa latar memiliki
daya untuk memunculkan tone dan mode emosional yang
melingkupi sang karakter. Tone emosional ini disebut dengan istilah
“atmosfer”. Atmosfer bisa jadi merupakan cermin yang merefleksikan suasana jiwa
sang karakter (Stanton, 2007:35-36). Ada tiga latar, yaitu:
1) Latar
tempat
a) Bukti
latar tempat di kota, di dekat pasar, dan di surau.
“Kalau
beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis,
Tuan akan berhenti di dekat pasar. Melangkahlah menyusuri jalan raya arah ke
barat. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan
kampungku. Pada simpang kecil kekanan, simpang yang kelima, membeloklah ke
jalan sempit itu. Dan di ujung jalan itu nanti akan tuan temui sebuah surau
tua.
b)
Bukti latar tempat di akhirat
(cerita rekaan Ajo Sidi)
“Pada
suatu waktu, ‘kata Ajo Sidi memulai, ‘di akhirat Tuhan Allah memeriksa
orang-orang yang sudah berpulang. Para malaikat bertugas di samping-Nya. Di
tangan mereka tergenggam daftar dosa dan pahala manusia. Begitu banyak orang
yang diperiksa.”
c)
Bukti latar tempat di rumah tokoh aku
“Dan besoknya, ketika aku mau turun rumah pagi-pagi,
istriku berkata apa aku tak pergi menjenguk.”
d)
Bukti latar tempat di rumah Ajo Sidi
“Aku cari Ajo Sidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa dengan
istrinya saja.”
2) Latar
waktu
a) Beberapa tahun yang lalu
“Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota
kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar. Maka kira-kira
sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku.”
b) Malam hari
“ Perempuan yang kehabisan kayu bakar, sering suka mencopoti
papan dinding atau lantai di malam hari.”
c) Saat tokoh aku datang menemui kakek
“Tapi sekali ini Kakek begitu muram. Di
sudut benar ia duduk dengan lututnya menegak menopang tangan dan dagunya.”
d) Saat
ajo Sidi bercerita
“Pada
suatu waktu,” kata Ajo Sidi memulai, “..di Akhirat Tuhan Allah memeriksa
orang-orang yang sudah berpulang ….”
e) Pagi hari (subuh)
“Demikianlah
cerita Ajo Sidi yang kudengar dari Kakek. Cerita yang memurungkan Kakek. Dan
besoknya, ketika aku mau turun rumah pagi-pagi, istriku berkata apa aku tak
pergi menjenguk.
“Siapa
yang meninggal?” tanyaku kagut.
“Kakek.”
“Kakek?”
“Ya.
Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang mengerikan
sekali. Ia menggoroh lehernya dengan pisau cukur.”
3) Latar
sosial budaya
Di
dalam latar ini umumnya menggambarkan keadaan masyarakat, kelompok-kelompok
sosial dan sikapnya, kebiasaannya, cara hidup, dan bahasa. Di dalam cerpen ini
latar sosial digambarkan sebagai berikut :
Dan
di pelataran surau kiri itu akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk di
sana dengan segala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah
bertahun-tahun Ia sebagai Garim, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya
kakek.”Dari contoh ini tampak latar sosial berdasarkan usia, pekerjaan, dan
kebisaan atau cara hidupnya. Namun demikian, contoh latar sosial yang
menggambarkan kebiasaan yang lainnya yaitu “Kalau Tuhan akan mau mengakui kesilapan
– Nya bagaimana ?” suatu suara melengking di dalam kelompok orang banyak itu.
“Kita
protes. Kita resolusikan,” kata Haji Soleh. “cocok sekali, di dunia dulu dengan
demonstrasi saja, banyak yang kita peroleh,” sebuah suara menyela.
“Setuju.
Setuju. Setuju.” Mereka bersorak beramai-ramai.
Kebiasaan
ini tentunya mengisyaratkan kepada kita bahwa tokoh-tokoh yang terlibat dalam
dialog ini termasuk kelompok orang yang sangat kritis, vokal, dan berani.
d. Tema
Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan
„makna‟ dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman
begitu diingat (Stanton, 2007:36).
Tema cerpen ini, yaitu seseorang yang hanya
mementingkan akhirat saja hingga lalai akan kewajibannya di dunia. Hal ini
dibuktikan dengan kutipan berikut:
“Sedari
mudaku aku di sini, bukan? Tak kuingat punya istri, punya anak, punya keluarga
seperti orang-orang lain, tahu?. Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin
cari kaya, bikin rumah. Segala kehidupanku, lahir batin, kuserahkan kepada Allah
Subhanahu wataala.”
Kemudian
ditegaskan pula pada kutipan dialog Haji Saleh dan Tuhan seperti berikut:
“Tidak.
Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut
masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang. Tapi engkau melupakan
kehidupan anak istrimu sendiri, sehingga mereka itu kucar-kacir selamanya.
Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis. Padahal engkau di dunia
berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak mempedulikan mereka sdikitpun.”
2. Sarana
Cerita
Sarana-sarana
sastra dapat diartikan sebagai metode (pengarang) memilih dan menyusun detail
cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Metode semacam ini perlu karena
dengannya pembaca dapat melihat berbagai fakta melalui kacamata pengarang,
memahami apa maksud fakta-fakta tersebut sehingga pengalaman pun dapat dibagi
(Stanton, 2007:46 47). Unsur-unsur yang berkaitan dengan sarana cerita adalah
sebagia berikut:
a. Judul
Judul berhubungan dengan cerita secara keseluruhan
karena menunjukkan karakter, latar, dan tema. Judul merupakan kunci pada makna
cerita. Sering kali judul dari karya sastra mempunyai tingkatan-tingkatan makna
yang terkandung dalam cerita. Judul juga dapat berisi sindiran terhadap kondisi
yang ingin dikritisi oleh pengarang atau merupakan kesimpulan terhadap kedaan
yang sebenarnya dalam cerita (Stanton, 1965:25-26).
Dalam cerpen ini, judul yang digunakan sangat menarik.
Pengarang memilih judul robohnya surau untuk mengungkapkan makna
roboh/lunturnya agama. Terkait dengan cerita, tokoh kakek berperan sebagai
penjaga surau sekaligus sebagai tetuah agama. Ketika kakek meninggal, robohlah
sudah agama di desa tersebut, surau yang dulunya berpenghuni sekarang hanyalah
seperti surau tua yang kesepian. Pengarang memilih judul yang berkaitan dengan
realitas kehidupan, masyarakat zaman sekarang cenderung masa bodoh dan tak
hendak memelihara apa yang tidak dijaga lagi. Masyarakat zaman sekarang tidak
menjaga fondasi agama dengan baik, sehingga menyebabkan keimanan mereka mudah
rusak.
b. Sudut
pandang
Stanton dalam bukunya membagi sudut pandang menjadi
empat tipe utama. Pertama, pada „orang pertama-utama‟ sang karakter utama
bercerita dengan kata-katanya sendiri. Kedua, pada „orang
pertama-sampingan‟ cerita dituturkan oleh satu karakter bukan utama
(sampingan). Ketiga, pada ‟orang ketiga-terbatas‟ pengarang mengacu
pada semua karakter dan emosinya sebagai orang ketiga tetapi hanya
menggambarkan apa yang dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu karakter
saja. Keempat, pada‟orang ketiga-tidak terbatas‟ pengarang mengacu pada
setiap karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga. Pengarang juga dapat
membuat beberapa karakter melihat, mendengar, atau perpikir atau saat tidak ada
satu karakter pun hadir.
Sudut pandang pada cerpen ini adalah orang pertama
pelaku sampingan. Pengarang sebagai tokoh utama, sebab secara langsung
pengarang terlibat dalam cerita. “kalau beberapa tahun yang lalu tuan datang ke
kota kelahiranku…”. Namun pengarang juga berperan sebagai tokoh sampingan,
ketika kakek bercerita tentang Ajo Sidi di depan tokoh “aku”. Setelah tokoh kakek
selesai menceritakan tokoh Ajo Sidi, kedudukan pengarang kembali ke posisi awal
cerita. Berikut kutipannya: “Demikianlah cerita Ajo Sidi yang kudengar dari
kakek.”
c. Simbolisme
Dalam fiksi, simbolisme dapat memunculkan tiga efek
yang masing-masing bergantung pada bagaimana simbol bersangkutan digunakan.
Pertama, sebuah simbol yang muncul pada satu kejadian penting dalam cerita
menunjukkan makna peristiwa tersebut. Dua, simbol yang ditampilkan
berulang-ulang mengingatkan kita akan beberapa elemen konstan dalam semesta
cerita. Tiga, sebuah simbol yang muncul pada konteks yang berbeda-beda akan
membantu kita menemukan tema (Stanton, 2007:65).
Cerpen Robohnya
Surau Kami, memberikan gambaran tentang robohnya atau runtuhya keimanan
pada masyarakat sekarang. Pengarang ingin memberikan gambaran mengenai
kehidupan masyarakat pada zaman sekarang melalui cerita dalam cerpen ini. Banyak
masyarakat yang hanya mementingkan akhirat saja tanpa mempedulikan urusan
duniawi. Akhirnya, mereka akan sengsara di akhirat seperti yang diceritakan
oleh tokoh Ajo Sidi melalui tokoh Haji Saleh. Begitu pula dengan tokoh kakek,
karena imannya yang kurang kuat, sehingga ketika disindir Ajo Sisi melalui
cerita rekaannya, kakek justru merasa tercekam dengan konflik tersebut dan
memilih mengakhiri hidupnya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau yang
diasahnya.
d. Ironi
Secara umum, ironi dimaksudkan sebagai cara untuk
menunjukkan bahwa sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya.
Ironi dapat ditemukan dalam hampir semua cerita (terutama yang dikategorikan
“bagus”). Dalam dunia fiksi, ada dua jenis ironi yang dikenal luas yaitu “ironi
dramatis” dan “tone ironis”. “Ironi dramatis” atau ironi
alur dan situasi biasanya muncul melalui kontras diametris antara penampilan
dan realitas, antara maksud dan tujuan seorang karakter dan hasilnya, atau
antara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Pasangan elemen-elemen di
atas terhubung satu sama lain secara logis (biasanya melalui hubungan kausal
atau sebab-akibat). “Tone ironis” atau “ironis verbal” digunakan
untuk menyebut cara berekspresi yang mengungkapkan makna dngan cara
berkebalikan (Stanton, 2007:71-72).
Dalam cerpen Robohnya
Surau Kami, orang yang sangat taat dalam urusan peribadatan belum tentu
masuk surga. Seperti yang diceritakan oleh Ajo Sidi melalui tokoh rekaannya
yaitu Haji Saleh. Berikut kutipannya: “Kalau ada, kenapa engkau biarkan dirimu
melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua. Sedang harta bendamu kaubiarkan
orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi
antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku beri kau negeri yang
kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat
tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang aku menyuruh engkau
semuanya beramal kalau engkau miskin. Engkau kira aku ini suka pujian, mabuk di
sembah saja. Tidak. Kamu semua mesti masuk neraka. hai, Malaikat, halaulah
mereka ini kembali ke neraka. Letakkan di keraknya!”
Haji Saleh yang mengira dirinya akan masuk surga
karena ia selalu taat beribadah, ternyata hal itu berkebalikan dengan
kenyataannya, ia justru masuk neraka. Allah tidak menyukai seseorang yang hanya
mementingkan akhirat saja tanpa mempedulikan urusan duniawi.
e. Gaya
Dalam sastra, gaya adalah cara pengarang dalam
menggunakan bahasa. Meski dua orang pengarang memakai alur, karakter dan latar
yang sama, hasil tulisan keduanya bisa sangat berbeda. Perbedaan tersebut
secara umum terletak pada bahasa dan penyebar dalam berbagai aspek seperti kerumitan,
ritme, panjang-pendek kalimat, detail, humor, kekonkretan, dan banyaknya imaji
dan metafora. Campuran dari berbagai aspek di atas (dengan kadar tertentu) akan
menghasilkan gaya (Stanton, 2007:61).
Gaya yang digunakan dalam cerpen ini mengarah pada
penggunaan majas. Majas yang digunakan dalam cerpen ini di antaranya majas
perumpamaan yaitu jenis majas alegori, karena di dalam cerita ini menggunakan
perumpamaan/kiasan, yakni cerita tokoh Haji Saleh dan kehidupan di akhirat,
atau lebih tepatnya menggunakan majas parabel (majas ini merupakan bagian dari
majas alegori) karena majas ini berisi ajaran agama, moral atau suatu kebenaran
umum dengan mengunakan ibarat. Majas ini sangat dominan dalam cerpen ini.
Selain majas alegori atau parabel, pengarang pun menggunakan
majas sindiran jenis majas sinisme seperti yang diucapkan tokoh aku: “…Dan yang
terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara
apa yang tidak dijaga lagi….” Dengan demikian penggunaan majas-majas itu untuk
mengingatkan atau menasehati sekaligus mengejek pembaca atau masyarakat.
Wawancara Melalui Acara TV
Inspirasi dalam Mencapai Goal Kehidupan
Mahasiswa jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pasti mengetahui bagaimana cara
berbicara di depan publik. Berbicara jenis ini disebut berbicara kelompok.
Salah satu jenis berbicara kelompok yang akan saya uraikan adalah wawancara.
Menurut KBBI edisi ke-5, wawancara
adalah tanya jawab dengan seseorang (pejabat dan sebagainya) yang diperlukan
untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai suatu hal, untuk dimuat
dalam surat kabar, disiarkan melalui radio, atau ditayangkan pada layar
televisi.
Salah satu tayangan
televisi yang bisa dikategorikan ke dalam berbicara kelompok jenis wawancara
adalah Kick Andy. Pada hari Jumat, 14 April 2017, pukul 20.05 WIB, acara Kick
Andy mengambil topik “Lentera Kehidupan”. Acara tersebut dilakukan di studio
Metro TV. Ada empat narasumber yang diundang dalam acara tersebut, yaitu Rudhy
Wedhasmara (Ketua Yayasan Orbit Surabaya) yang dulunya merupakan pecandu
narkoba, Benyamin Lumy (Ketua Pengurus Kampus Diakonia Modern), Nelson Wonda (Relawan Uni Papua), dan Gabriel
Edoway (pemain Uni Papua). Acara tersebut juga dihadiri oleh penonton acara
Kick Andy dan segenap kerabat-kerabat dari narasumber yang diundang.
Profil umum acara Kick
Andy, Kick Andy merupakan sebuah acara talkshow
di Metro TV yang dipandu oleh Andy F. Noya. Kick Andy tayang setiap hari Jumat
pukul 20.05 WIB (durasi 90 menit) dan tayangan ulangnya dapat disaksikan pada
hari Sabtu pukul 13.30 WIB. Acara tersebut disiarkan di studio Metro TV.
Pembagian kerja yaitu executive produser: Rachmayant; senior produser: Agus
Pramono, dan Kumala Dewi; Produser: Anastasya; production assistant: Indri
Nababan, Ajie S., Imam S., Hadi; riset: Maria S., Cindy A.; dan reporter: Rani
dan Rojie.
Acara Kick Andy
menyajikan perbincangan (dialog) ringan yang membahas hal-hal tertentu yang
dipandang bermanfaat bagi penonton di studio dan pemirsa di seluruh tanah air.
Narasumber yang diundang adalah orang-orang yang sudah berpengalaman dan
mengabdikan dirinya untuk memajukan Indonesia menjadi lebih baik.
Berikut Ulasan tayangan
acara Kick Andy. Narasumber yang pertama adalah Rudhy dari Surabaya. Rudhy dan
empat orang rekannya mendirikan Yayasan Orbit untuk memberikan pendampingan dan
penyuluhan kepada para pengguna narkoba. Rudhy dulunya adalah pecandu narkoba.
Rudhy mengakui bahwa dirinya sudah kecanduan rokok sejak masih TK, seperti
kutipan dialog berikut, “Saya dulunya adalah pecandu narkoba. Awalnya sejak TK
saya sudah pecandu rokok. Saya hidup di lingkungan yang memberikan efek buruk.
Saat SD, saya bergaul dengan kakak saya dan teman-temannya. Saya menjadi
pesuruh bagi mereka, seperti disuruh beli rokok, siapkan gelas untuk
minum-minum, dan beli narkoba. Dari
situlah saya mulai menjadi pecandu narkoba.” Rudhy mengaku hanya menjual sabu
dan ganja. Bahkan yang lebih mengejutkan Rudhy pernah menjadi bandar narkoba. Setelah
sadar dan pernah dipenjara, Rudhy dan empat kawannya membangun Yayasan Orbit
untuk membantu korban pecandu narkoba. Alasan dia mendirikan tempat itu karena
dia tidak ingin korban pecandu narkoba mengalami kegagalan hidup hanya karena
narkoba, dia ingin mengulurkan tangannya untuk membantu mereka yang masih bisa
disembuhkan dari kecanduan narkoba. Yayasan Orbit yang didirikan olehnya sudah
ada sejak tahun 2006. Di sana para pecandu narkoba diberikan pendidikan
mengenai kesehatan, seperti bahaya narkoba. Di sana juga diajarkan aktivitas
bermanfaat untuk mengalihkan diri dari pemakain narkoba, yaitu dengan berkarya
musik, melakukan peternakan kambing, dan sepak bola. Harapan dari Rudhy, dia
menyarankan, untuk menyembuhkan para
pecandu narkoba bisa dilakukan dengan pendekatan-pendekatan yang lebih
manusiawi, yaitu melalui rehabilitasi. Penyelesaian secara hukum tidak akan
meyelesaikan masalah tersebut, melalui bentuk komunikasi dan perhatian khusus
akan membantu mereka yang terpuruk menjadi lebih baik dan bisa kembali hidup
normal tanpa narkoba lagi.
Narasumber kedua,
Benyamin Lumy (Ketua Kampus Diakonia Modern), dia meneruskan usaha ayahnya,
yang dulunya adalah pegawai TELKOM yang memutuskan meninggalkan pekerjaan demi
tawaran menjadi pendeta, dan kemudian memilih untuk turun ke jalan membantu
mereka yang membutuhkan. Kampus Diakonia berada di Kampung Rawakaso,
Cileungsi-Bogor, Jawa Barat. Kampus ini merupakan tempat belajar untuk
anak-anak dan para gelandangan di jalan-jalan. Di kampus ini diajarkan hal penting
mengenai nilai kehidupan tentang hidup bersama, saling membantu, saling
meghargai dan berbagi.
Kampus ini mengajarkan
tentang pelatihan life skill dan memupuk jiwa kewirausahaan. Dimulai ada
pelatihan menjadi supir mobil, pelatihan komputer, pelatihan memasak, menjahit,
ilmu permesinan, dan lainnya. Saat ini kampus tersebut memiliki 59 anak didik,
80% yang merupakan anak jalanan dan 20% anak-anak yatim piatu. Semua pengajaran
yang dilakukan oleh kampus tersebut memperoleh biaya dari sumbangan
orang-orang.
Mengenai asal pembuatan
kampus tersebut dijelaskan melalui kutipan dialog berikut, “Pembangunan kampus
dimulai sejak tahun 1972. Awalnya pendirian kampus kekurangan biaya, ayah saya
hanya meminjam tanah kosong yang kemudian didirikan bangunan yang zaman
sekarang orang menyebutnya rumah gadang dari kayu-kayu bekas. Setelah itu ayah
saya turun ke jalan dan berhasil mengumpulkan anak-anak jalanan. Barulah tahun
1978 ayah bisa membeli tanah untuk pembangunan kampus yang lebih layak.”
Anak-anak yang sudang
dianggap menyelesaikan pendidikannya di kampus ini akan diberikan program
magang. Pada tahun pertama mereka diikutkan pelatihan di BLK. Tahun kedua dan
ketiga mereka siap diterjunkna ke perusaahan atau tempat kerja sesuai keahlian
mereka masing-masing. Di kampus ini juga diajarkan mengenai pendidikan
olahraga, misalnya sepak bola. Melalui sepak bola, Beny mengajarkan untuk apa
dan bagaimana menjalani hidup ini, hidup ini memiliki tujuan yang jelas. Jika
hidup saja tidak punya tujuan yang jelas maka diakhir nanti tidak aga goals yang didapat. Bukti dari
kesuksesan bidang olahraga adalah adanya satu anak yang terpilih untuk dikirim
ke Brazil. Ketika ditanya harapan untuk kampus, Beny menjawab, “Saya dan
teman-teman ingin lebih mengembangkan koperasi sebagai wadah untuk
mengembangkan jiwa interpreneurship anak-anak, alumni, dan relawan sehingga
mereka bisa mempunyai perkerjaan yang menunjang.”
Narasumber ketiga
sekaligus keempat yaitu Nelson Wonda (relawan Uni Papua) dan Gabriel Edoway
(pemain Uni Papua). Uni Papua adalah organisai sepak bola yang didirikan sejak
tahun 2010 di Jayapura. Organisai ini digunakan sebagai tempat untuk menyalurkan
bakat dan sebagai media sosialisasi narkoba, penyakit HIV dan AIDS. Selain itu,
juga diajarkan tentang pendidikan karakter dan nila-nilai kemanusiaan.
Nelson menjadi relawan
yang mengajarkan sepak bola, dia dulunya adalah pemain sepak bola. Sedangkan Gabriel,
yang merupakan pemain Uni Papua mengaku mengikuti Uni Papua karena menganggap
organisasi ini baik, berikut kutipannya, “Saya senang dan tertarik ikut
organisasi ini karena saya menganggap organisasi ini memberikan banyak manfaat.
Di sana diajarkan bagaimana menghargai tim lawan dan menghormati orang lain
yang bukan berasal dari daerah kita agar kita tetap satu dalam keberagaman
Indonesia.” Awal pembentukan organisasi dijelaskan oleh Harry Wijaya (Ketua Uni
Papua), “Saya mengambil alih sekolah sepak bola yang mau tutup karena masalah
biaya. Tahun 2012, kami menantang Singapura, hasilnya kami menang dua kali.
Tahun 2014, Viva mengabarkan bahwa kami direstui sebagai anggota dari Indonesia
untuk gerakan Football for Home.”
Nelson menjelaskan
bahwa dalam bersosialisasi masih memiliki kendala, yaitu kurangnya kinerja tim
sosialisasi, jarak tempat yang satu dengan lainnya yang cukup jauh, dan medan
di Papua yang cukup sulit. Ketika ditanya mengenai harapan untuk Uni Papua,
Nelson menjawab, “Saya dan teman-teman rewalan ingin lebih menenamkan
nilai-nilai kehidupan positif supaya di mana pun mereka berada, mereka selalu
punya nilai-nilai yang baik untuk kehidupannya.”
Keunggulan acara Kick
Andy, pertama, isi dari materi yang disampaikan bagus, memberikan inspirasi,
dan pelajaran kepada semua orang . Kedua, Andy sebagai host dalam menyampaikan
wawancara kepada narasumber menggunakan teknik bicara dan tempo yang baik,
sehingga bisa dijadikan bahan pembelajaran yang bermanfaat. Ketiga, dari segi
tata bahasa yang dibawakan, Andy menggunakan bahasa yang santai dan mudah
dimengerti, sehingga dapat dijadikan contoh bagaimana cara tata bahasa yang
benar saat membawakan acara. Dan pada akhir acara biasanya Andy akan membagikan
buku secara gratis yang didapat dari sponsor. Sedangkan kekurangan dari acara
ini adalah jam tayang yang malam, hal ini menyebabkan sedikitnya presentasi
penonton televivi yang ingin menonton acara tersebut.
Acara Kick Andy
termasuk ke dalam contoh berbicara kelompok jenis wawancara. Kick Andy merupakan
sebuah acara talkshow di Metro TV
yang dipandu oleh Andy F. Noya. Kick Andy tayang setiap hari Jumat pukul 20.05
WIB dan tayangan ulangnya dapat disaksikan pada hari Sabtu pukul 13.30 WIB.
Acara tersebut disiarkan di studio Metro TV. Acara Kick Andy menyajikan
perbincangan (dialog) ringan yang membahas hal-hal tertentu yang dipandang
bermanfaat bagi penonton di studio dan pemirsa di seluruh tanah air. Narasumber
yang diundang adalah orang-orang yang sudah berpengalaman dan mengabdikan
dirinya untuk memajukan Indonesia menjadi lebih baik.
Acara Kick Andy sangat
cocok untuk dipertontonkan di layar televisi. Acara ini memberikan banyak
manfaat, juga bisa dijadikan media pembelajaran bagi generasi penerus untuk
mencontoh perbuatan-perbuatan hebat yang telah dilakukan oleh para narasumber. Acara
Kick Andy harus mempertahankan keunggulannya dalam menyajikan talkshow yang menginspirasi, agar tetap
menjadi tayangan favorit. Dan diperlukan mengadakan segmen baru yang lebih unik
dan merangsang daya tarik dari segala jenis usia audien.
Karya Si Burung Merak
Mengenang Si
Burung Merak
W. S. Rendra
yang dijuluki sebagai penyair Si Burung Merak yang begitu dikenal di kalangan
negeri Indonesia. Melalui puisi Serenada
Kelabu (SK), jenis puisi baru
yang masuk kategori romansa. Rendra seakan menyampaikan rasa kesedihan yang
mendalam dalam dirinya karena perasaan rindu. Hal ini dapat dilihat dari unsur sosial yang
kemungkinan besar melatarbelakangi lahirnya puisi ini, yaitu kehidupan saat
itu, kehidupan saat berpisah, yang menimbulkan kerinduan yang mendalam.
Rendra, dalam puisi tersebut begitu mengungkapkan
perasaan rindunya yang tak tertahankan. Nampak jelas dalam puisi ini, berikut
penggalannnya: Bagai daun yang melayang/
bagai burung dalam angin/ bagai ikan dalam pusaran/ ingin kudengar beritamu!
Rendra begitu mengibaratkan dirinya seperti daun yang melayang, seakan tak
berdaya menahan rasa rindu. Mengibaratkan dirinya bagai burung yang ada dalam
angin, tak berdaya terkena hembusan angin kencang. Begitu pula dengan dirinya,
yang tak berdaya akan perasaan rindunya terhadap seseorang. Rendra
mengibaratkan dirinya seperti ikan pula, ikan yang berada di dalam pusaran air
yang deras, sehingga ikan tersebut tak bisa melewati pusaran tersebut. Rendra
seakan hanyut dalam perasaan rindunya.
Rendra menyampaikan perasaan rindu yang tidak
bisa ia lupakan karena ia masih teringat dengan kenangan-kenangan masa lalu. Dalam
penggalan puisinya: Ketika melewati kali/
terbayang gelakmu/ ketika melewati rumputan terbayang segala kenangan.
Rendra teringat kenangan yang mengesankan bagi dirinya. Ketika ia pergi
berjalan ke mana pun seakan teringat dengan seseorang yang dirindukannya.
Dalam puisi ini disampaikan pula
bahwa Rendra, penyair, ingin kembali bersama dengan seseorang yang
dirindukannya. Digambarkan jelas dalam penggalan berikut: Pintu pun kubuka lebar-lebar/ ketika aku duduk makan/ kuingin benar
bersama dirimu. Rendra terlihat menginginkan seseorang tersebut kembali
kepada dirinya, ia ingin melakukan banyak hal bersama dengan seseorang yang
dirindukannya.
Rendra ingin menunjukan perasaan
cinta yang membuat kesedihan karena rindu. Perasaan cinta yang membuat
seseorang lupa terhadap segala hal, yang mampu dilihat, dirasakan, dan
diingatnya hanyalah tertuju pada seseorang.
Dalam puisi ini, Rendra
menggunakan pilihan kata yang tepat sehingga menimbulkan daya/kekuatan yang
diinginkannya. Seperti pada bait Ketika melewati kali terbayang
gelakmu. Rendra memilih kata gelak untuk menggantikan
kata tawa, dengan tujuan untuk menambah nilai estetis.
Rendra memilih beberapa majas
atau gaya bahasa yang pas dalam puisi ini, antara lain majas repetisi. Dalam
bait pertama: Bagai daun yang melayang/ Bagai burung dalam angin/ Bagai ikan
dalam pusaran. Pengulangan
kata bagai di atas merupakan bentuk majas repetisi, dengan
tujuan untuk menegaskan. Rendra juga menggunakan gaya bahasa repetisi pada bait
kedua: Ketika melewati kali/ terbayang gelakmu/ Ketika melewati rumputan/ terbayang
segala kenangan.
Majas
ke dua yang dipilih Rendra adalah majas perumpamaan, yaitu majas yang membandingkan beberapa hal, biasanya ditandai
dengan penggunaan kata bagai, seperti, umpama, layaknya, dan
lain sebagainya. Pada puisi ini majas simile terlihat pada bait pertama. Bagai
daun yang melayang/ Bagai burung dalam angin/ Bagai ikan dalam pusaran.
Tema cinta juga diusung oleh Rendra
dalam puisinya yang berjudul Sajak
Seorang Tua Tentang Bandung Lautan Api. Rasa cinta dalam puisi ini adalah
rasa cinta terhadap tanah air. Ini merupakan
puisi untuk mengenang peristiwa Bandung Lautan Api, Kota Bandung yang justru dibumihanguskan
agar sekutu tidak dapat masuk kembali.
Dalam puisi ini, Rendra memberi makna
hidup sebagai manusia merdeka yang bernegara dan bermartabat, dengan nyawa
sekali pun. Rendra menceritakan melalui puisinya mengenai kemenenagan merebut
Bandung dengan cara "menghancurkannya". Hal itu ditunjukkan dengan
kuat dalam baitnya: Kami tidak ikhlas/
menyerahkan Bandung kepada tentara Inggris/ dan akhirnya kami bumi hanguskan
kota tercinta itu/ sehingga menjadi lautan api.
Selanjutnya, Rendra menunjukkan sisi kemerdekaan.
Ia mengungkapkan ideologi eksistensial martabat manusia. Katanya dalam bait: Kedaulatan hidup bersama adalah sumber
keadilan merata/ yang bisa dialami dengan nyata/ mana mungkin itu bisa terjadi/
di dalam penindasan dan penjajahan? Bagian ideologi ini termuat dalam
Pancasila, sila kedua. Kemerdekaan itu diungkap sebagai alasan
mempertahankannya, Itulah sebabnya kami
melawan penindasan/ Kota Bandung berkobar menyala-nyala tapi kedaulatan bangsa
tetap terjaga.
Dalam bait berikut, Rendra ingin
menunjukkan bahwa makna hidup itulah yang diawali dengan perjuangan, maka dari
itu hidup harus diterima, disyukuri, dan dipertahankan. Hidup yang disyukuri adalah hidup yang diolah/ Hidup yang
diperkembangkan/ dan hidup yang dipertahankan.
Rendra menyampaikan pesan-pesannya
dalam pertanyaan-pertanyaan setelah kemerdekaan direbut. Rendra menyajikan
sinisme-sinisme yang dimunculkan dalam pertanyaan itu, ditautkan pada situasi
perjuangan ketika "merelakan Bandung dihancurkan demi kemerdekaan".
Karena itu, sinisme itu serentak diakhiri dengan serbuan pertanyaan sebagai
pesan untuk berintrosepeksi diri pada (warga) Kota Bandung, yang pernah menjadi
Lautan Api. Inilah sajak lengkap Si Burung Merak, yang ditulis tahun 1990.
Sajak
Seorang Tua Tentang Bandung Lautan Api, Oleh W.S. Rendra
Bagaimana
mungkin kita bernegara
Bila
tidak mampu mempertahankan wilayahnya
Bagaimana
mungkin kita berbangsa
Bila
tidak mampu mempertahankan kepastian hidup
bersama ?
Itulah
sebabnya
Kami
tidak ikhlas
menyerahkan
Bandung kepada tentara Inggris
dan
akhirnya kami bumi hanguskan kota tercinta itu
sehingga
menjadi lautan api
Kini
batinku kembali mengenang
udara
panas yang bergetar dan menggelombang,
bau
asap, bau keringat
suara
ledakan dipantulkan mega yang jingga, dan kaki
langit
berwarna kesumba
Kami
berlaga
memperjuangkan
kelayakan hidup umat manusia.
Kedaulatan
hidup bersama adalah sumber keadilan merata
yang
bisa dialami dengan nyata
Mana
mungkin itu bisa terjadi
di
dalam penindasan dan penjajahan
Manusia
mana
Akan
membiarkan keturunannya hidup
tanpa
jaminan kepastian ?
Hidup
yang disyukuri adalah hidup yang diolah
Hidup
yang diperkembangkan
dan
hidup yang dipertahankan
Itulah
sebabnya kami melawan penindasan
Kota
Bandung berkobar menyala-nyala tapi kedaulatan
bangsa
tetap terjaga
Kini
aku sudah tua
Aku
terjaga dari tidurku
di
tengah malam di pegunungan
Bau
apakah yang tercium olehku ?
Apakah
ini bau asam medan laga tempo dulu
yang
dibawa oleh mimpi kepadaku ?
Ataukah
ini bau limbah pencemaran ?
Gemuruh
apakah yang aku dengar ini ?
Apakah
ini deru perjuangan masa silam
di
tanah periangan ?
Ataukah
gaduh hidup yang rusuh
karena
dikhianati dewa keadilan.
Aku
terkesiap. Sukmaku gagap. Apakah aku
dibangunkan
oleh mimpi ?
Apakah
aku tersentak
Oleh
satu isyarat kehidupan ?
Di
dalam kesunyian malam
Aku
menyeru-nyeru kamu, putera-puteriku !
Apakah
yang terjadi ?
Darah
teman-temanku
Telah
tumpah di Sukakarsa
Di
Dayeuh Kolot
Di
Kiara Condong
Di
setiap jejak medan laga. Kini
Kami
tersentak,
Terbangun
bersama.
Putera-puteriku,
apakah yang terjadi?
Apakah
kamu bisa menjawab pertanyaan kami ?
Wahai
teman-teman seperjuanganku yang dulu,
Apakah
kita masih sama-sama setia
Membela
keadilan hidup bersama
Manusia
dari setiap angkatan bangsa
Akan
mengalami saat tiba-tiba terjaga
Tersentak
dalam kesendirian malam yang sunyi
Dan
menghadapi pertanyaan zaman :
Apakah
yang terjadi ?
Apakah
yang telah kamu lakukan ?
Apakah
yang sedang kamu lakukan ?
Dan,
ya, hidup kita yang fana akan mempunyai makna
Dari
jawaban yang kita berikan.
Pada Intinya Rendra ingin
menyampaikan pesan kepada seluruh rakyat Indonesia, bahwa sebagai rakyat
Indonesia haruslah mau menerima hidup, dapat bergotong royong, mempunyai sikap
rela berkorban, saling menghargai, dan mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi.
Apabila negara kita akan dijajah atau direbut hendaknya kita harus merebutnya
kembali, “relakan hal kecil walaupun hal itu penting untuk merebut hal besar
yang harus dilindungi”. Sikap merelakan hal kecil di sini adalah merelakan Kota
Bandung dibumihanguskan agar sekutu tidak dapat masuk kembali demi merebut
wilayah Indonesia kembali.
Langganan:
Postingan (Atom)
Ulasan Cerpen Gadis Beralis Tebal Bermata Cemerlang Karya A. Mustofa Bisri
Ilustrasi oleh Wayan Kun Adnyana/Kompas Cerpen berjudul “Gadis Kecil Beralis Tebal Bermata Cemerlang" karya A. Mustofa Bisri ...

-
Teori Struktural Robert Stanton Hal terpenting di dalam sebuah cerita adalah fakta dan makna. Stanton membagi unsur intrinsik fiksi m...
-
Ilustrasi oleh Wayan Kun Adnyana/Kompas Cerpen berjudul “Gadis Kecil Beralis Tebal Bermata Cemerlang" karya A. Mustofa Bisri ...
-
Mengenang Si Burung Merak W. S. Rendra yang dijuluki sebagai penyair Si Burung Merak yang begitu dikenal di kalangan negeri Indonesia. M...