Welcome to My Blog
animasi blog

UAS SBM Kelas 3D PBSI T. A. 2017

Bapak, Saya Virda Eka Pratiwi, 16410150, PBSI 3D, berikut Saya lampirkan hasil pengerjaan UAS Saya, silakan klik di sini!

UTS_PBSI_3D

Berikut ini Saya lampirkan File Tugas UTS Mata Kuliah Sumber Belajar dan Media Pembelajaran:
1. Klik di sini untuk file ppt!
2. Untuk menonton video di dalam ppt, silakan unduh file video, klik di sini!

Kelas Kata Bahasa Indonesia

Dalam kehidupan sehari-hari kerap kali kita dipertemukan dengan keadaan mengerti praktik tapi tidak memahami teorinya. Namun, bila hal ini masih sering terjadi akan dipetik hasil dari praktik yang kurang memuaskan. Paham teori bukan berarti menguasai dalam hal praktik begitu pun sebaliknya. Dalam hal berbicara misalnya, semua orang mahir menggunakan kata-kata. Kapan harus menggunakan ini kapan harus menggunakan itu. Tetapi ketika ditanya bagaimana teorinya, semua orang dengan mudahnya menggelengkan kepala, ada pula yang mengatakan bahwa teori itu tidak perlu, yang terpenting adalah praktiknya. 
  
Bagi mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, hendaknya sebelum bermain dengan kata-kata haruslah paham dulu mengenai teori. Banyak mahasiswa PBSI yang masih bingung dengan kategori kelas kata. Berikut akan dipaparkan mengenai teori kelas kata. 

Kelas kata dalam bahasa Indonesia ada 7:

1. Verba
Verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan; kata kerja. (KBBI Edisi ke-5)
Contoh verba:
adalah
menakutkan
menjadi
membiru
kembali

2. Nomina
Nomina adalah kelas kata yang dalam bahasa Indonesia ditandai oleh tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak, misalnya rumah adalah nomina karena tidak mungkin dikatakan tidak rumah, biasanya dapat berfungsi sebagai subjek atau objek dari klausa. (KBBI Edisi ke-5)
Contoh nomina:
hari
trauma
arah
kepedihan
tumpukan

3. Adjektiva
Adjektiva adalah kata yang menerangkan nomina (kata benda) dan secara umum dapat bergabung dengan kata lebih dan sangat. (KBBI Edisi ke-5)
Contoh adjektiva:
kelam
kagum
suka
mudah
lupa

4. Adverbia
Adverbia adalah kata yang menjelaskan verba, adjektiva, atau adverbia lain. (Buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi ke-3)
Contoh adverbia:
paling
hampir
hendak
telah
jangan
ingin

5. Pronomina
Pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacu kepada nomina lain. (Buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi ke-3)
Contoh pronomina:
saya
kita
mereka
ia
sana
itu
ini

6. Numeralia
Numeralia adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya maujud (orang, binatang, atau barang) dan konsep. (Buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi ke-3)
Contoh numeralia:
satu
satu-satu
semua
banyak
setengah
perama
berlima

7. Kata Tugas

a. Preposisi
Preposisi adalah kata yang biasa terdapat di depan nomina, misalnya dari, dengan, di, dan ke. (KBBI Edisi ke-5)
Contoh preposisi:
bagi
di
ke
dari
kepada

b. Konjungtor
Konjungtor adalah kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat: kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa. (KBBI Edisi ke-5)
Contoh konjungtor:
yang
karena
seperti
meski
bahkan
jika
bahwa

c. Interjeksi
Interjeksi atau kata seru adalah kata tugas yang mengungkapkan rasa hati pembicara. (KBBI Edisi ke-5)
Contoh interjeksi:
amboi
syukur
ayo
hai
nah
masyaallah

d. Artikula
artikula adalah kata tugas yang membatasi makna nomina. (KBBI Edisi ke-5)
Contoh artikula:
sang
sri
hang
dang
para

e. Partikel Penegas
- Partikel -kah
- Partikel -lah
- Partikel -tah
- Partikel pun

Semarak Hari Fitri 2017

Setelah sebulan berpuasa akhirnya umat muslim mencapai kemenangannya. Pada tanggal 25 Juni 2017 umat muslim di seluruh dunia merayakan Hari Raya Idhul Fitri 1438 H. Meski disambut dengan malam takbir yang berselimut dinginnya hujan, hal itu rupanya tidak mengurangi semangat untuk menyambut lebaran. 

Pagi harinya, seperti biasa gemuruh takbir mengiringi para jamaah muslim yang hendak salat Idhul Fitri di masjid. Sebelum tiba di masjid, terlihat beberapa orang mendatangi rumah warga guna memberikan zakat fitrah. Ketika tiba di masjid para jamaah bersalam-salaman. Seusai salat, mereka bergegas menuju makam untuk mendoakan para leluhur yang mendahului mereka. Pagi itu seolah-olah terpancar wajah cerah dan segar akan fitrahnya hari raya. 

Ketika di rumah, para warga menyiapkan rumah beserta jamuan untuk tamu yang akan datang. Adat kebiasaan orang Jawa adalah "yang muda yang berkunjung ke rumah yang tua". Hal itu dikarenakan adanya adat saling menghormati. Yang muda bersujud dengan mengucapkan kata maaf kepada yang tua. Itulah adat yang sudah terbiasa dijalani di tanah Jawa. 

Satu hal yag tak kalah penting adalah pembagian wisit kepada anak-anak. Hari raya adalah musim panen uang bagi anak-anak. Mereka pun berebut dalam antrean pemberian wisit.
Inilah nikmatnya bulan Syawal, bulan ini dimeriahkan satu tahun satu kali, digunakan untuk mempererat tali silaturahmi antarumat muslim.  Subhanallah. 

Selamat Hari Raya Idhul Fitri 1438 H
Minal Adzin Wal Faidzin
Mohon Maaf Lahir dan Batin



(Sumber gambar Google)

Analisis Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A. A. Navis dengan Teori Robert Stanton


 Teori Struktural Robert Stanton
Hal terpenting di dalam sebuah cerita adalah fakta dan makna. Stanton membagi unsur intrinsik fiksi menjadi dua bagian, yaitu fakta cerita dan sarana cerita. Ia membagi fakta cerita menjadi empat, yaitu tokoh, alur, latar, dan tema. Sedangkan sarana cerita terdiri dari judul, sudut pandang, gaya/style, ironi, dan simbolisme. Orang yang membedah buku menggunakan teori Robert Stanton dinamakan Stantonia.
1.      Fakta Cerita
Karakter, alur, dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum menjadi satu, semua elemen ini dinamakan „struktur faktual‟ atau „tingkatan faktual cerita. Struktur faktual merupakan salah satu aspek cerita. Struktur faktual adalah cerita yang disorot dari satu sudut pandang (Stanton, 2007:22). Unsur-unsur yang berkaitan dengan fakta cerita adalah sebagia berikut:
a.     Tokoh/karakter
Tokoh atau karakter biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita. Konteks kedua, karakter merujuk pada berbagai percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu-individu tersebut. Dalam sebagian besar cerita dapat ditemukan satu tokoh utama yaitu tokoh yang terkait dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita. Alasan seorang tokoh untuk bertindak sebagaimana yang dilakukan dinamakan “motivasi” (Stanton, 2007: 33).
Pada cerpen Robohnya Surau Kami, tokoh utamanya adalah Ajo Sidi, karena dalam cerita ia muncul dengan porsi yang lebih banyak dibandingkan dengan tokoh lainnya. Tokoh Ajo Sidi mendominasi cerita, baik pada bagian awal, tengah, hingga akhir cerita. Munculnya tokoh Ajo Sidi membuat cerita di dalam cerpen ini terasa lebih hidup dengan konflik yang ia timbulkan terhadap tokoh lain. Bentuk karakter tokoh Ajo Sidi, yaitu sebagai pembual dan seseorang yang suka bekerja tetapi tidak bertanggung jawab. Hal tersebut diperkuat dengan kutipan berikut:
“Maka aku ingat Ajo Sidi, si pembual itu…. Ajo Sidi bisa mengikat orang-orang dengan bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari. Tapi ini jarang terjadi karena ia begitu sibuk dengan pekerjaannya. Sebagai pembual, sukses terbesar baginya ialah karena semua pelaku-pelaku yang diceritakannya menjadi model orang untuk diejek dan ceritanya menjadi pemeo akhirnya. Ada-ada saja orang-orang di sekitar kampungku yang cocok dengan watak pelaku-pelaku ceritanya…”
Penggambaran watak tokoh Ajo Sidi tidak bertanggung jawab:
“Dan sekarang,” tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa oleh perbuatan Ajo Sidi yang tidak sedikit pun bertanggung jawab, “dan sekarang kemana dia?”
“Kerja.”
“Kerja?” tanyaku mengulangi hampa.
“Ya, dia pergi kerja.”
b.    Alur
Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau yang menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain yang tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya (Stanton, 2007:26).
Dalam cerpen ini, alur yang digunakan adalah alur sorot balik.
1)   Eksposisi cerita dalam cerpen ini berupa penjelasan tentang keberadaan seorang kakek yang menjadi garin di sebuah surau tua beberapa tahun yang lalu (flashback), seperti yang diungkapkan pada kutipan berikut : “Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku. Pada simpang kecil ke kanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan nanti akan Tuan temui sebuah surau tua. Di depannya ada kolam ikan, yang airnya mengalir melalui empat buah pancuran mandi. Dan di pelataran kiri surau itu akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk di sana dengansegala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun ia sebagai garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya Kakek.”
2)   Penggawatan, cerita mulai bergerak maju dan mulai muncul masalah, yaitu tokoh aku menceritakan bahwa kakek sudah meninggal karena sebuah dongengan Ajo Sidi yang tidak dapat disangkal kebenarannya, berikut kutipannya: “Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggallah surau itu tanpa penjaganya…. jika tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh. Dan kerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya….”
“Dan biang keladi dari kerobohan ini ialah sebuah dongengan yang tak dapat disangkal kebenarannya.”
3)   Klimaks, cerita kembali mundur, diberikan gambaran cerita sebelum kakek meninggal. Tokoh aku menanyakan kepemilikan pisau yang diasah kakek. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan berikut ini:
“Kurang ajar dia,” kakek menjawab.
“Kenapa?”
“Mudah-mudahan pisau cukur ini, yang kuasah tajam-tajam ini, menggoroh tenggoroknya.”
Kemarahannya demikian hebat, sehingga dia mau saja melepaskan kekesalannya dengan menceritakan apa yang dilakukan Ajo Sidi terhadapnya kepada tokoh “aku”. Segala apa yang diungkapnya di depan tokoh “aku” tidaklah membuatnya merasa lebih ringan. Bahkan semakin berat dan menekan batinnya.
4)   Antiklimaks, Klimaks kekecewaan kakek berakhir dengan cara tragis. Dia bahkan membunuh dirinya sendiri dengan menggorok lehernya. Berikut kutipannya:
“Demikianlah cerita Ajo Sidi yang kudengar dari Kakek. Cerita yang memurungkan Kakek. Dan besoknya, ketika aku mau turun rumah pagi-pagi, istriku berkata apa aku tak pergi menjenguk.
“Siapa yang meninggal?” tanyaku kagut.
“Kakek.”
“Kakek?”
“Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang mengerikan sekali. Ia menggoroh lehernya dengan pisau cukur.”
5)   Penyelesaian, orang-orang terkejut ketika menemukan kakek garin meninggal dengan mengenaskan, yang justru Ajo Sidi menganggap hal itu biasa saja. Hal tersebut digambarkan dari kutipan berikut:
“Aku cari Ajo Sidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa istrinya saja. Lalu aku Tanya dia. “Ia sudah pergi,”jawab istri Ajo Sidi.
Tidak ia tahu kakek meninggal?
Sudah. Dan ia meninggalkan pesan agar dibelikan kain kafan buat kakek tujuh lapis. “dan sekarang,” tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa oleh perbuatan Ajo Sidi yang tidak sedikit pun bertanggung jawab,”dan sekarang kemana dia?”
“kerja.”
“kerja?”tanyaku mengulang hampa.
“ya, dia pergi kerja.”
c.     Latar
Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlansung. Latar dapat berwujud dekor. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu. Latar terkadang berpengaruh pada karakter-karakter. Latar juga terkadang menjadi contoh representasi tema. Dalam berbagai cerita dapat dilihat bahwa latar memiliki daya untuk memunculkan tone dan mode emosional yang melingkupi sang karakter. Tone emosional ini disebut dengan istilah “atmosfer”. Atmosfer bisa jadi merupakan cermin yang merefleksikan suasana jiwa sang karakter (Stanton, 2007:35-36). Ada tiga latar, yaitu:
1)   Latar tempat
a)    Bukti latar tempat di kota, di dekat pasar, dan di surau.
“Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar. Melangkahlah menyusuri jalan raya arah ke barat. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku. Pada simpang kecil kekanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan itu nanti akan tuan temui sebuah surau tua.
b)   Bukti latar tempat di akhirat (cerita rekaan Ajo Sidi)
Pada suatu waktu, ‘kata Ajo Sidi memulai, ‘di akhirat Tuhan Allah memeriksa orang-orang yang sudah berpulang. Para malaikat bertugas di samping-Nya. Di tangan mereka tergenggam daftar dosa dan pahala manusia. Begitu banyak orang yang diperiksa.

c)    Bukti latar tempat di rumah tokoh aku
“Dan besoknya, ketika aku mau turun rumah pagi-pagi, istriku berkata apa aku tak pergi menjenguk.”
d)   Bukti latar tempat di rumah Ajo Sidi
“Aku cari Ajo Sidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa dengan istrinya saja.”
2)   Latar waktu
a)  Beberapa tahun yang lalu
Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku.
b) Malam hari
 Perempuan yang kehabisan kayu bakar, sering suka mencopoti papan dinding atau lantai di malam hari.
c)  Saat tokoh aku datang menemui kakek
Tapi sekali ini Kakek begitu muram. Di sudut benar ia duduk dengan lututnya menegak menopang tangan dan dagunya.
d) Saat ajo Sidi bercerita
“Pada suatu waktu,” kata Ajo Sidi memulai, “..di Akhirat Tuhan Allah memeriksa orang-orang yang sudah berpulang ….”
e)  Pagi hari (subuh)
“Demikianlah cerita Ajo Sidi yang kudengar dari Kakek. Cerita yang memurungkan Kakek. Dan besoknya, ketika aku mau turun rumah pagi-pagi, istriku berkata apa aku tak pergi menjenguk.
“Siapa yang meninggal?” tanyaku kagut.
“Kakek.”
“Kakek?”
“Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang mengerikan sekali. Ia menggoroh lehernya dengan pisau cukur.”
3)   Latar sosial budaya
Di dalam latar ini umumnya menggambarkan keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, kebiasaannya, cara hidup, dan bahasa. Di dalam cerpen ini latar sosial digambarkan sebagai berikut :
Dan di pelataran surau kiri itu akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk di sana dengan segala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun Ia sebagai Garim, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya kakek.”Dari contoh ini tampak latar sosial berdasarkan usia, pekerjaan, dan kebisaan atau cara hidupnya. Namun demikian, contoh latar sosial yang menggambarkan kebiasaan yang lainnya yaitu “Kalau Tuhan akan mau mengakui kesilapan – Nya bagaimana ?” suatu suara melengking di dalam kelompok orang banyak itu.
“Kita protes. Kita resolusikan,” kata Haji Soleh. “cocok sekali, di dunia dulu dengan demonstrasi saja, banyak yang kita peroleh,” sebuah suara menyela.
“Setuju. Setuju. Setuju.” Mereka bersorak beramai-ramai.
Kebiasaan ini tentunya mengisyaratkan kepada kita bahwa tokoh-tokoh yang terlibat dalam dialog ini termasuk kelompok orang yang sangat kritis, vokal, dan berani.
d.    Tema
Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan „makna‟ dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat (Stanton, 2007:36).
Tema cerpen ini, yaitu seseorang yang hanya mementingkan akhirat saja hingga lalai akan kewajibannya di dunia. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
“Sedari mudaku aku di sini, bukan? Tak kuingat punya istri, punya anak, punya keluarga seperti orang-orang lain, tahu?. Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin cari kaya, bikin rumah. Segala kehidupanku, lahir batin, kuserahkan kepada Allah Subhanahu wataala.”
Kemudian ditegaskan pula pada kutipan dialog Haji Saleh dan Tuhan seperti berikut:
“Tidak. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang. Tapi engkau melupakan kehidupan anak istrimu sendiri, sehingga mereka itu kucar-kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis. Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak mempedulikan mereka sdikitpun.”
2.      Sarana Cerita
Sarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode (pengarang) memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Metode semacam ini perlu karena dengannya pembaca dapat melihat berbagai fakta melalui kacamata pengarang, memahami apa maksud fakta-fakta tersebut sehingga pengalaman pun dapat dibagi (Stanton, 2007:46 47). Unsur-unsur yang berkaitan dengan sarana cerita adalah sebagia berikut:
a.       Judul
Judul berhubungan dengan cerita secara keseluruhan karena menunjukkan karakter, latar, dan tema. Judul merupakan kunci pada makna cerita. Sering kali judul dari karya sastra mempunyai tingkatan-tingkatan makna yang terkandung dalam cerita. Judul juga dapat berisi sindiran terhadap kondisi yang ingin dikritisi oleh pengarang atau merupakan kesimpulan terhadap kedaan yang sebenarnya dalam cerita (Stanton, 1965:25-26).
Dalam cerpen ini, judul yang digunakan sangat menarik. Pengarang memilih judul robohnya surau untuk mengungkapkan makna roboh/lunturnya agama. Terkait dengan cerita, tokoh kakek berperan sebagai penjaga surau sekaligus sebagai tetuah agama. Ketika kakek meninggal, robohlah sudah agama di desa tersebut, surau yang dulunya berpenghuni sekarang hanyalah seperti surau tua yang kesepian. Pengarang memilih judul yang berkaitan dengan realitas kehidupan, masyarakat zaman sekarang cenderung masa bodoh dan tak hendak memelihara apa yang tidak dijaga lagi. Masyarakat zaman sekarang tidak menjaga fondasi agama dengan baik, sehingga menyebabkan keimanan mereka mudah rusak.
b.      Sudut pandang
Stanton dalam bukunya membagi sudut pandang menjadi empat tipe utama. Pertama, pada „orang pertama-utama‟ sang karakter utama bercerita dengan kata-katanya sendiri. Kedua, pada „orang pertama-sampingan‟ cerita dituturkan oleh satu karakter bukan utama (sampingan). Ketiga, pada ‟orang ketiga-terbatas‟ pengarang mengacu pada semua karakter dan emosinya sebagai orang ketiga tetapi hanya menggambarkan apa yang dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu karakter saja. Keempat, pada‟orang ketiga-tidak terbatas‟ pengarang mengacu pada setiap karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga. Pengarang juga dapat membuat beberapa karakter melihat, mendengar, atau perpikir atau saat tidak ada satu karakter pun hadir.
Sudut pandang pada cerpen ini adalah orang pertama pelaku sampingan. Pengarang sebagai tokoh utama, sebab secara langsung pengarang terlibat dalam cerita. “kalau beberapa tahun yang lalu tuan datang ke kota kelahiranku…”. Namun pengarang juga berperan sebagai tokoh sampingan, ketika kakek bercerita tentang Ajo Sidi di depan tokoh “aku”. Setelah tokoh kakek selesai menceritakan tokoh Ajo Sidi, kedudukan pengarang kembali ke posisi awal cerita. Berikut kutipannya: “Demikianlah cerita Ajo Sidi yang kudengar dari kakek.”
c.       Simbolisme
Dalam fiksi, simbolisme dapat memunculkan tiga efek yang masing-masing bergantung pada bagaimana simbol bersangkutan digunakan. Pertama, sebuah simbol yang muncul pada satu kejadian penting dalam cerita menunjukkan makna peristiwa tersebut. Dua, simbol yang ditampilkan berulang-ulang mengingatkan kita akan beberapa elemen konstan dalam semesta cerita. Tiga, sebuah simbol yang muncul pada konteks yang berbeda-beda akan membantu kita menemukan tema (Stanton, 2007:65).
Cerpen Robohnya Surau Kami, memberikan gambaran tentang robohnya atau runtuhya keimanan pada masyarakat sekarang. Pengarang ingin memberikan gambaran mengenai kehidupan masyarakat pada zaman sekarang melalui cerita dalam cerpen ini. Banyak masyarakat yang hanya mementingkan akhirat saja tanpa mempedulikan urusan duniawi. Akhirnya, mereka akan sengsara di akhirat seperti yang diceritakan oleh tokoh Ajo Sidi melalui tokoh Haji Saleh. Begitu pula dengan tokoh kakek, karena imannya yang kurang kuat, sehingga ketika disindir Ajo Sisi melalui cerita rekaannya, kakek justru merasa tercekam dengan konflik tersebut dan memilih mengakhiri hidupnya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau yang diasahnya.

d.      Ironi
Secara umum, ironi dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukkan bahwa sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Ironi dapat ditemukan dalam hampir semua cerita (terutama yang dikategorikan “bagus”). Dalam dunia fiksi, ada dua jenis ironi yang dikenal luas yaitu “ironi dramatis” dan “tone ironis”. “Ironi dramatis” atau ironi alur dan situasi biasanya muncul melalui kontras diametris antara penampilan dan realitas, antara maksud dan tujuan seorang karakter dan hasilnya, atau antara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Pasangan elemen-elemen di atas terhubung satu sama lain secara logis (biasanya melalui hubungan kausal atau sebab-akibat). “Tone ironis” atau “ironis verbal” digunakan untuk menyebut cara berekspresi yang mengungkapkan makna dngan cara berkebalikan (Stanton, 2007:71-72).
Dalam cerpen Robohnya Surau Kami, orang yang sangat taat dalam urusan peribadatan belum tentu masuk surga. Seperti yang diceritakan oleh Ajo Sidi melalui tokoh rekaannya yaitu Haji Saleh. Berikut kutipannya: “Kalau ada, kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua. Sedang harta bendamu kaubiarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang aku menyuruh engkau semuanya beramal kalau engkau miskin. Engkau kira aku ini suka pujian, mabuk di sembah saja. Tidak. Kamu semua mesti masuk neraka. hai, Malaikat, halaulah mereka ini kembali ke neraka. Letakkan di keraknya!”
Haji Saleh yang mengira dirinya akan masuk surga karena ia selalu taat beribadah, ternyata hal itu berkebalikan dengan kenyataannya, ia justru masuk neraka. Allah tidak menyukai seseorang yang hanya mementingkan akhirat saja tanpa mempedulikan urusan duniawi.
e.       Gaya
Dalam sastra, gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Meski dua orang pengarang memakai alur, karakter dan latar yang sama, hasil tulisan keduanya bisa sangat berbeda. Perbedaan tersebut secara umum terletak pada bahasa dan penyebar dalam berbagai aspek seperti kerumitan, ritme, panjang-pendek kalimat, detail, humor, kekonkretan, dan banyaknya imaji dan metafora. Campuran dari berbagai aspek di atas (dengan kadar tertentu) akan menghasilkan gaya (Stanton, 2007:61).
Gaya yang digunakan dalam cerpen ini mengarah pada penggunaan majas. Majas yang digunakan dalam cerpen ini di antaranya majas perumpamaan yaitu jenis majas alegori, karena di dalam cerita ini menggunakan perumpamaan/kiasan, yakni cerita tokoh Haji Saleh dan kehidupan di akhirat, atau lebih tepatnya menggunakan majas parabel (majas ini merupakan bagian dari majas alegori) karena majas ini berisi ajaran agama, moral atau suatu kebenaran umum dengan mengunakan ibarat. Majas ini sangat dominan dalam cerpen ini.
Selain majas alegori atau parabel, pengarang pun menggunakan majas sindiran jenis majas sinisme seperti yang diucapkan tokoh aku: “…Dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak dijaga lagi….” Dengan demikian penggunaan majas-majas itu untuk mengingatkan atau menasehati sekaligus mengejek pembaca atau masyarakat.


Wawancara Melalui Acara TV

Inspirasi dalam Mencapai Goal Kehidupan

Mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pasti mengetahui bagaimana cara berbicara di depan publik. Berbicara jenis ini disebut berbicara kelompok. Salah satu jenis berbicara kelompok yang akan saya uraikan adalah wawancara. Menurut KBBI edisi ke-5, wawancara adalah tanya jawab dengan seseorang (pejabat dan sebagainya) yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai suatu hal, untuk dimuat dalam surat kabar, disiarkan melalui radio, atau ditayangkan pada layar televisi.
Salah satu tayangan televisi yang bisa dikategorikan ke dalam berbicara kelompok jenis wawancara adalah Kick Andy. Pada hari Jumat, 14 April 2017, pukul 20.05 WIB, acara Kick Andy mengambil topik “Lentera Kehidupan”. Acara tersebut dilakukan di studio Metro TV. Ada empat narasumber yang diundang dalam acara tersebut, yaitu Rudhy Wedhasmara (Ketua Yayasan Orbit Surabaya) yang dulunya merupakan pecandu narkoba, Benyamin Lumy (Ketua Pengurus Kampus Diakonia Modern),  Nelson Wonda (Relawan Uni Papua), dan Gabriel Edoway (pemain Uni Papua). Acara tersebut juga dihadiri oleh penonton acara Kick Andy dan segenap kerabat-kerabat dari narasumber yang diundang.
Profil umum acara Kick Andy, Kick Andy merupakan sebuah acara talkshow di Metro TV yang dipandu oleh Andy F. Noya. Kick Andy tayang setiap hari Jumat pukul 20.05 WIB (durasi 90 menit) dan tayangan ulangnya dapat disaksikan pada hari Sabtu pukul 13.30 WIB. Acara tersebut disiarkan di studio Metro TV. Pembagian kerja yaitu executive produser: Rachmayant; senior produser: Agus Pramono, dan Kumala Dewi; Produser: Anastasya; production assistant: Indri Nababan, Ajie S., Imam S., Hadi; riset: Maria S., Cindy A.; dan reporter: Rani dan Rojie.
Acara Kick Andy menyajikan perbincangan (dialog) ringan yang membahas hal-hal tertentu yang dipandang bermanfaat bagi penonton di studio dan pemirsa di seluruh tanah air. Narasumber yang diundang adalah orang-orang yang sudah berpengalaman dan mengabdikan dirinya untuk memajukan Indonesia menjadi lebih baik.
Berikut Ulasan tayangan acara Kick Andy. Narasumber yang pertama adalah Rudhy dari Surabaya. Rudhy dan empat orang rekannya mendirikan Yayasan Orbit untuk memberikan pendampingan dan penyuluhan kepada para pengguna narkoba. Rudhy dulunya adalah pecandu narkoba. Rudhy mengakui bahwa dirinya sudah kecanduan rokok sejak masih TK, seperti kutipan dialog berikut, “Saya dulunya adalah pecandu narkoba. Awalnya sejak TK saya sudah pecandu rokok. Saya hidup di lingkungan yang memberikan efek buruk. Saat SD, saya bergaul dengan kakak saya dan teman-temannya. Saya menjadi pesuruh bagi mereka, seperti disuruh beli rokok, siapkan gelas untuk minum-minum, dan beli narkoba.  Dari situlah saya mulai menjadi pecandu narkoba.” Rudhy mengaku hanya menjual sabu dan ganja. Bahkan yang lebih mengejutkan Rudhy pernah menjadi bandar narkoba. Setelah sadar dan pernah dipenjara, Rudhy dan empat kawannya membangun Yayasan Orbit untuk membantu korban pecandu narkoba. Alasan dia mendirikan tempat itu karena dia tidak ingin korban pecandu narkoba mengalami kegagalan hidup hanya karena narkoba, dia ingin mengulurkan tangannya untuk membantu mereka yang masih bisa disembuhkan dari kecanduan narkoba. Yayasan Orbit yang didirikan olehnya sudah ada sejak tahun 2006. Di sana para pecandu narkoba diberikan pendidikan mengenai kesehatan, seperti bahaya narkoba. Di sana juga diajarkan aktivitas bermanfaat untuk mengalihkan diri dari pemakain narkoba, yaitu dengan berkarya musik, melakukan peternakan kambing, dan sepak bola. Harapan dari Rudhy, dia menyarankan,  untuk menyembuhkan para pecandu narkoba bisa dilakukan dengan pendekatan-pendekatan yang lebih manusiawi, yaitu melalui rehabilitasi. Penyelesaian secara hukum tidak akan meyelesaikan masalah tersebut, melalui bentuk komunikasi dan perhatian khusus akan membantu mereka yang terpuruk menjadi lebih baik dan bisa kembali hidup normal tanpa narkoba lagi.
Narasumber kedua, Benyamin Lumy (Ketua Kampus Diakonia Modern), dia meneruskan usaha ayahnya, yang dulunya adalah pegawai TELKOM yang memutuskan meninggalkan pekerjaan demi tawaran menjadi pendeta, dan kemudian memilih untuk turun ke jalan membantu mereka yang membutuhkan. Kampus Diakonia berada di Kampung Rawakaso, Cileungsi-Bogor, Jawa Barat. Kampus ini merupakan tempat belajar untuk anak-anak dan para gelandangan di jalan-jalan. Di kampus ini diajarkan hal penting mengenai nilai kehidupan tentang hidup bersama, saling membantu, saling meghargai dan berbagi.
Kampus ini mengajarkan tentang pelatihan life skill dan memupuk jiwa kewirausahaan. Dimulai ada pelatihan menjadi supir mobil, pelatihan komputer, pelatihan memasak, menjahit, ilmu permesinan, dan lainnya. Saat ini kampus tersebut memiliki 59 anak didik, 80% yang merupakan anak jalanan dan 20% anak-anak yatim piatu. Semua pengajaran yang dilakukan oleh kampus tersebut memperoleh biaya dari sumbangan orang-orang.
Mengenai asal pembuatan kampus tersebut dijelaskan melalui kutipan dialog berikut, “Pembangunan kampus dimulai sejak tahun 1972. Awalnya pendirian kampus kekurangan biaya, ayah saya hanya meminjam tanah kosong yang kemudian didirikan bangunan yang zaman sekarang orang menyebutnya rumah gadang dari kayu-kayu bekas. Setelah itu ayah saya turun ke jalan dan berhasil mengumpulkan anak-anak jalanan. Barulah tahun 1978 ayah bisa membeli tanah untuk pembangunan kampus yang lebih layak.”
Anak-anak yang sudang dianggap menyelesaikan pendidikannya di kampus ini akan diberikan program magang. Pada tahun pertama mereka diikutkan pelatihan di BLK. Tahun kedua dan ketiga mereka siap diterjunkna ke perusaahan atau tempat kerja sesuai keahlian mereka masing-masing. Di kampus ini juga diajarkan mengenai pendidikan olahraga, misalnya sepak bola. Melalui sepak bola, Beny mengajarkan untuk apa dan bagaimana menjalani hidup ini, hidup ini memiliki tujuan yang jelas. Jika hidup saja tidak punya tujuan yang jelas maka diakhir nanti tidak aga goals yang didapat. Bukti dari kesuksesan bidang olahraga adalah adanya satu anak yang terpilih untuk dikirim ke Brazil. Ketika ditanya harapan untuk kampus, Beny menjawab, “Saya dan teman-teman ingin lebih mengembangkan koperasi sebagai wadah untuk mengembangkan jiwa interpreneurship anak-anak, alumni, dan relawan sehingga mereka bisa mempunyai perkerjaan yang menunjang.”
Narasumber ketiga sekaligus keempat yaitu Nelson Wonda (relawan Uni Papua) dan Gabriel Edoway (pemain Uni Papua). Uni Papua adalah organisai sepak bola yang didirikan sejak tahun 2010 di Jayapura. Organisai ini digunakan sebagai tempat untuk menyalurkan bakat dan sebagai media sosialisasi narkoba, penyakit HIV dan AIDS. Selain itu, juga diajarkan tentang pendidikan karakter dan nila-nilai kemanusiaan.
Nelson menjadi relawan yang mengajarkan sepak bola, dia dulunya adalah pemain sepak bola. Sedangkan Gabriel, yang merupakan pemain Uni Papua mengaku mengikuti Uni Papua karena menganggap organisasi ini baik, berikut kutipannya, “Saya senang dan tertarik ikut organisasi ini karena saya menganggap organisasi ini memberikan banyak manfaat. Di sana diajarkan bagaimana menghargai tim lawan dan menghormati orang lain yang bukan berasal dari daerah kita agar kita tetap satu dalam keberagaman Indonesia.” Awal pembentukan organisasi dijelaskan oleh Harry Wijaya (Ketua Uni Papua), “Saya mengambil alih sekolah sepak bola yang mau tutup karena masalah biaya. Tahun 2012, kami menantang Singapura, hasilnya kami menang dua kali. Tahun 2014, Viva mengabarkan bahwa kami direstui sebagai anggota dari Indonesia untuk gerakan Football for Home.”
Nelson menjelaskan bahwa dalam bersosialisasi masih memiliki kendala, yaitu kurangnya kinerja tim sosialisasi, jarak tempat yang satu dengan lainnya yang cukup jauh, dan medan di Papua yang cukup sulit. Ketika ditanya mengenai harapan untuk Uni Papua, Nelson menjawab, “Saya dan teman-teman rewalan ingin lebih menenamkan nilai-nilai kehidupan positif supaya di mana pun mereka berada, mereka selalu punya nilai-nilai yang baik untuk kehidupannya.”
Keunggulan acara Kick Andy, pertama, isi dari materi yang disampaikan bagus, memberikan inspirasi, dan pelajaran kepada semua orang . Kedua, Andy sebagai host dalam menyampaikan wawancara kepada narasumber menggunakan teknik bicara dan tempo yang baik, sehingga bisa dijadikan bahan pembelajaran yang bermanfaat. Ketiga, dari segi tata bahasa yang dibawakan, Andy menggunakan bahasa yang santai dan mudah dimengerti, sehingga dapat dijadikan contoh bagaimana cara tata bahasa yang benar saat membawakan acara. Dan pada akhir acara biasanya Andy akan membagikan buku secara gratis yang didapat dari sponsor. Sedangkan kekurangan dari acara ini adalah jam tayang yang malam, hal ini menyebabkan sedikitnya presentasi penonton televivi yang ingin menonton acara tersebut.
Acara Kick Andy termasuk ke dalam contoh berbicara kelompok jenis wawancara. Kick Andy merupakan sebuah acara talkshow di Metro TV yang dipandu oleh Andy F. Noya. Kick Andy tayang setiap hari Jumat pukul 20.05 WIB dan tayangan ulangnya dapat disaksikan pada hari Sabtu pukul 13.30 WIB. Acara tersebut disiarkan di studio Metro TV. Acara Kick Andy menyajikan perbincangan (dialog) ringan yang membahas hal-hal tertentu yang dipandang bermanfaat bagi penonton di studio dan pemirsa di seluruh tanah air. Narasumber yang diundang adalah orang-orang yang sudah berpengalaman dan mengabdikan dirinya untuk memajukan Indonesia menjadi lebih baik.
Acara Kick Andy sangat cocok untuk dipertontonkan di layar televisi. Acara ini memberikan banyak manfaat, juga bisa dijadikan media pembelajaran bagi generasi penerus untuk mencontoh perbuatan-perbuatan hebat yang telah dilakukan oleh para narasumber. Acara Kick Andy harus mempertahankan keunggulannya dalam menyajikan talkshow yang menginspirasi, agar tetap menjadi tayangan favorit. Dan diperlukan mengadakan segmen baru yang lebih unik dan merangsang daya tarik dari segala jenis usia audien.

Karya Si Burung Merak

Mengenang Si Burung Merak

W. S. Rendra yang dijuluki sebagai penyair Si Burung Merak yang begitu dikenal di kalangan negeri Indonesia. Melalui puisi Serenada Kelabu (SK), jenis puisi baru yang masuk kategori romansa. Rendra seakan menyampaikan rasa kesedihan yang mendalam dalam dirinya karena perasaan rindu. Hal ini dapat dilihat dari unsur sosial yang kemungkinan besar melatarbelakangi lahirnya puisi ini, yaitu kehidupan saat itu, kehidupan saat berpisah, yang menimbulkan kerinduan yang mendalam.
Rendra, dalam puisi tersebut begitu mengungkapkan perasaan rindunya yang tak tertahankan. Nampak jelas dalam puisi ini, berikut penggalannnya: Bagai daun yang melayang/ bagai burung dalam angin/ bagai ikan dalam pusaran/ ingin kudengar beritamu! Rendra begitu mengibaratkan dirinya seperti daun yang melayang, seakan tak berdaya menahan rasa rindu. Mengibaratkan dirinya bagai burung yang ada dalam angin, tak berdaya terkena hembusan angin kencang. Begitu pula dengan dirinya, yang tak berdaya akan perasaan rindunya terhadap seseorang. Rendra mengibaratkan dirinya seperti ikan pula, ikan yang berada di dalam pusaran air yang deras, sehingga ikan tersebut tak bisa melewati pusaran tersebut. Rendra seakan hanyut dalam perasaan rindunya.
 Rendra menyampaikan perasaan rindu yang tidak bisa ia lupakan karena ia masih teringat dengan kenangan-kenangan masa lalu. Dalam penggalan puisinya: Ketika melewati kali/ terbayang gelakmu/ ketika melewati rumputan terbayang segala kenangan. Rendra teringat kenangan yang mengesankan bagi dirinya. Ketika ia pergi berjalan ke mana pun seakan teringat dengan seseorang yang dirindukannya.
Dalam puisi ini disampaikan pula bahwa Rendra, penyair, ingin kembali bersama dengan seseorang yang dirindukannya. Digambarkan jelas dalam penggalan berikut: Pintu pun kubuka lebar-lebar/ ketika aku duduk makan/ kuingin benar bersama dirimu. Rendra terlihat menginginkan seseorang tersebut kembali kepada dirinya, ia ingin melakukan banyak hal bersama dengan seseorang yang dirindukannya.
Rendra ingin menunjukan perasaan cinta yang membuat kesedihan karena rindu. Perasaan cinta yang membuat seseorang lupa terhadap segala hal, yang mampu dilihat, dirasakan, dan diingatnya hanyalah tertuju pada seseorang.
Dalam puisi ini, Rendra menggunakan pilihan kata yang tepat sehingga menimbulkan daya/kekuatan yang diinginkannya. Seperti pada bait Ketika melewati kali terbayang gelakmu. Rendra memilih kata gelak untuk menggantikan kata tawa, dengan tujuan untuk menambah nilai estetis.
Rendra memilih beberapa majas atau gaya bahasa yang pas dalam puisi ini, antara lain majas repetisi. Dalam bait pertama: Bagai daun yang melayang/ Bagai burung dalam angin/ Bagai ikan dalam pusaran. Pengulangan kata bagai di atas merupakan bentuk majas repetisi, dengan tujuan untuk menegaskan. Rendra juga menggunakan gaya bahasa repetisi pada bait kedua: Ketika melewati kali/ terbayang gelakmu/ Ketika melewati rumputan/ terbayang segala kenangan.
Majas ke dua yang dipilih Rendra adalah majas perumpamaan, yaitu majas yang membandingkan beberapa hal, biasanya ditandai dengan penggunaan kata bagai, seperti, umpama, layaknya, dan lain sebagainya. Pada puisi ini majas simile terlihat pada bait pertama. Bagai daun yang melayang/ Bagai burung dalam angin/ Bagai ikan dalam pusaran.
         Tema cinta juga diusung oleh Rendra dalam puisinya yang berjudul Sajak Seorang Tua Tentang Bandung Lautan Api. Rasa cinta dalam puisi ini adalah rasa cinta terhadap tanah air. Ini merupakan puisi untuk mengenang peristiwa Bandung Lautan Api, Kota Bandung yang justru dibumihanguskan agar sekutu tidak dapat masuk kembali.
         Dalam puisi ini, Rendra memberi makna hidup sebagai manusia merdeka yang bernegara dan bermartabat, dengan nyawa sekali pun. Rendra menceritakan melalui puisinya mengenai kemenenagan merebut Bandung dengan cara "menghancurkannya". Hal itu ditunjukkan dengan kuat dalam baitnya: Kami tidak ikhlas/  menyerahkan Bandung kepada tentara Inggris/ dan akhirnya kami bumi hanguskan kota tercinta itu/ sehingga menjadi lautan api.
Selanjutnya, Rendra menunjukkan sisi kemerdekaan. Ia mengungkapkan ideologi eksistensial martabat manusia. Katanya dalam bait: Kedaulatan hidup bersama adalah sumber keadilan merata/ yang bisa dialami dengan nyata/ mana mungkin itu bisa terjadi/ di dalam penindasan dan penjajahan? Bagian ideologi ini termuat dalam Pancasila, sila kedua. Kemerdekaan itu diungkap sebagai alasan mempertahankannya, Itulah sebabnya kami melawan penindasan/ Kota Bandung berkobar menyala-nyala tapi kedaulatan bangsa tetap terjaga.
Dalam bait berikut, Rendra ingin menunjukkan bahwa makna hidup itulah yang diawali dengan perjuangan, maka dari itu hidup harus diterima, disyukuri, dan dipertahankan. Hidup yang disyukuri adalah hidup yang diolah/ Hidup yang diperkembangkan/ dan hidup yang dipertahankan.
       Rendra menyampaikan pesan-pesannya dalam pertanyaan-pertanyaan setelah kemerdekaan direbut. Rendra menyajikan sinisme-sinisme yang dimunculkan dalam pertanyaan itu, ditautkan pada situasi perjuangan ketika "merelakan Bandung dihancurkan demi kemerdekaan". Karena itu, sinisme itu serentak diakhiri dengan serbuan pertanyaan sebagai pesan untuk berintrosepeksi diri pada (warga) Kota Bandung, yang pernah menjadi Lautan Api. Inilah sajak lengkap Si Burung Merak, yang ditulis tahun 1990.

Sajak Seorang Tua Tentang Bandung Lautan Api, Oleh W.S. Rendra

Bagaimana mungkin kita bernegara
Bila tidak mampu mempertahankan wilayahnya
Bagaimana mungkin kita berbangsa
Bila tidak mampu mempertahankan kepastian hidup
bersama ?
Itulah sebabnya
Kami tidak ikhlas
menyerahkan Bandung kepada tentara Inggris
dan akhirnya kami bumi hanguskan kota tercinta itu
sehingga menjadi lautan api
Kini batinku kembali mengenang
udara panas yang bergetar dan menggelombang,
bau asap, bau keringat
suara ledakan dipantulkan mega yang jingga, dan kaki
langit berwarna kesumba

Kami berlaga
memperjuangkan kelayakan hidup umat manusia.
Kedaulatan hidup bersama adalah sumber keadilan merata
yang bisa dialami dengan nyata
Mana mungkin itu bisa terjadi
di dalam penindasan dan penjajahan
Manusia mana
Akan membiarkan keturunannya hidup
tanpa jaminan kepastian ?

Hidup yang disyukuri adalah hidup yang diolah
Hidup yang diperkembangkan
dan hidup yang dipertahankan
Itulah sebabnya kami melawan penindasan
Kota Bandung berkobar menyala-nyala tapi kedaulatan
bangsa tetap terjaga

Kini aku sudah tua
Aku terjaga dari tidurku
di tengah malam di pegunungan
Bau apakah yang tercium olehku ?

Apakah ini bau asam medan laga tempo dulu
yang dibawa oleh mimpi kepadaku ?
Ataukah ini bau limbah pencemaran ?

Gemuruh apakah yang aku dengar ini ?
Apakah ini deru perjuangan masa silam
di tanah periangan ?
Ataukah gaduh hidup yang rusuh
karena dikhianati dewa keadilan.
Aku terkesiap. Sukmaku gagap. Apakah aku
dibangunkan oleh mimpi ?
Apakah aku tersentak
Oleh satu isyarat kehidupan ?
Di dalam kesunyian malam
Aku menyeru-nyeru kamu, putera-puteriku !
Apakah yang terjadi ?

Darah teman-temanku
Telah tumpah di Sukakarsa
Di Dayeuh Kolot
Di Kiara Condong
Di setiap jejak medan laga. Kini
Kami tersentak,
Terbangun bersama.
Putera-puteriku, apakah yang terjadi?
Apakah kamu bisa menjawab pertanyaan kami ?

Wahai teman-teman seperjuanganku yang dulu,
Apakah kita masih sama-sama setia
Membela keadilan hidup bersama

Manusia dari setiap angkatan bangsa
Akan mengalami saat tiba-tiba terjaga
Tersentak dalam kesendirian malam yang sunyi
Dan menghadapi pertanyaan zaman :
Apakah yang terjadi ?
Apakah yang telah kamu lakukan ?
Apakah yang sedang kamu lakukan ?
Dan, ya, hidup kita yang fana akan mempunyai makna
Dari jawaban yang kita berikan.


        Pada Intinya Rendra ingin menyampaikan pesan kepada seluruh rakyat Indonesia, bahwa sebagai rakyat Indonesia haruslah mau menerima hidup, dapat bergotong royong, mempunyai sikap rela berkorban, saling menghargai, dan mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi. Apabila negara kita akan dijajah atau direbut hendaknya kita harus merebutnya kembali, “relakan hal kecil walaupun hal itu penting untuk merebut hal besar yang harus dilindungi”. Sikap merelakan hal kecil di sini adalah merelakan Kota Bandung dibumihanguskan agar sekutu tidak dapat masuk kembali demi merebut wilayah Indonesia kembali. 

Ulasan Cerpen Gadis Beralis Tebal Bermata Cemerlang Karya A. Mustofa Bisri

 Ilustrasi oleh Wayan Kun Adnyana/Kompas Cerpen berjudul “Gadis Kecil Beralis Tebal Bermata Cemerlang" karya A. Mustofa Bisri ...